Selasa, 13 April 2010

Jim (Cahaya Hidayah didalam Hadiah Natal) (2)


“Kami pun kemudian mengikatkan diri dalam pernikahan secara Islam, setelah itu kami biasa beribadah di Masjid setempat. Kehidupan kami berjalan sebagaimana mestinya. Ternyata, istri saya tidak tertib dan teratur menjalankan Shalat 5 Waktu. Maka, saya pun menegur-nya,”Bagaimana kamu ini, muslim yang bagaimanakah yang tidak tertib shalat lima waktunya?” Ia menjawab,”Saya sudah berusaha semampu saya!” Maka, sekali lagi saya tegas-tegas mengingatkannya. Iapun mulai menangis dan mengadukan perihal perselisihan kami kepada teman-teman muslimah di lingkungan kami.”
“Sampailah persoalan kami terdengar oleh para pemuka umat muslim setempat. Merekapun menugasi pasangan suami-istri muslim terpelajar agar berusaha memperbaiki hubungan kami. Saya dinasehati oleh mereka,”Istrimu seorang mualaf, Islam meresap kedalam kalbu dan jiwa seseorang secara bertahap, janganlah bersikap teramat keras terhadapnya.” Saya dapat mencerna nasehat ini dan sayapun memperlunak sikap kritis saya kepada istri saya.”


“Sebelum memeluk Islam, saya suka membuang-buang waktu yang berharga dengan berkumpul bersama muda-mudi di lingkungan kami. Jika kami sedang berkumpul banyak dari kami yang berbicara semaunya secara bersamaan tanpa mempedulikan gagasan dan harapan teman yang lain. Jadilah tempat kami seperti “Rumah Gila” dimana setiap orang meneriaki satu sama lain. Setelah masuk Islam, saya masih datang berkumpul beberapa kali. Teman-teman begitu kaget melihat perubahan saya yang lebih banyak diam. Saya berbicara hanya ketika yang lain memperhatikan apa yang saya bicarakan. Mereka heran dengan perubahan etika dan tingkah laku yang terjadi pada diri saya. “Apa yang telah terjadi dengan Jim?” begitulah diantara mereka saling bertanya. Saya menjadi sebal mendengar obrolan yang berlarut-larut tanpa manfaat. Hasilnya, waktu terbuang percuma. Saya berharap bisa meninggalkan kehidupan sosial semacam ini.
“Pemikiran keagamaan orang tua saya pun sama sekali berbeda dengan saya. Ini membuat saya merasa sulit sekali untuk tinggal di lingkungan yang menyebabkan saya merasa tertekan sedemikian rupa. Saya berharap bisa pindah ke suatu tempat dimana saya leluasa menjalani ajaran Islam yang begitu indah ini dengan ketulusan dan penuh konsentrasi. Begitulah selanjutnya, saya tinggalkan kota kelahiran, orangtua, dan kawan-kawan. Dan sampailah saya disini, di Detroit. Istri saya masih menetap di kota kelahiran kami untuk menyelesaikan kuliah kesarjanaannya. Di Detroit, saya mengunjungi teman kuliah saya, akhi Ahmad, Ketua organisasi Muslim Indonesia dan Malaysia di Amerika Utara. Saya datang tanpa bekal apapun. Adalah ia yang menyediakan tempat tinggal, makan dan pakaian. Itulah sebabnya anda melihat saya hari ini datang ke masjid bersamanya. Saya temukan iklim spiritual yang nyaman di masjid ini. Saya sangat bahagia disini.”
Banyak hadiah dari saudara-saudara Muslim di masjid untuk Jim. Ia pun begitu cepat menyesuaikan diri dengan lingkungan kami. Ia mulai mencari kerja disekitar Detroit. Dalam waktu singkat ia sudah mendapat pekerjaan. Namun, kemudian pekerjaan ini ia tinggalkan karena pemiliknya melarang Jim mengambil jeda untuk pergi Shalat Jum’at.
Masih banyak pengusaha lain yang sangat membantu karyawan mereka yang Muslim dan memperpanjang waktu istirahat makan siang mereka untuk keperluan Shalat Jum’at.
Jim telah mempelajari banyak bagian dari Al-Qur’an, pengucapan (makhraj)-nya pun sangat bagus. Saya tanyakan kepadanya,”Adakah ini karena tuan rumahmu yang dari Indonesia membantumu dalam belajar membaca Al-Qur’an?” Jim menjawab, “Tidak. Sebenarnya, dirumah terdapat sebuah komputer dan CD-ROM Tilawatil-Qur’an. Saya putar saja berulang-ulang untuk belajar sendiri ayat-ayat Al-Qur’an”.
Suatu hari Jim bertanya kepadaku, apakah ia boleh membeli satu dari kitab Al-Qur’an dengan terjemahan bahasa Inggris yang ada di masjid. Saya katakan kepadanya, “Untuk mualaf, itu diberikan secara cuma-cuma”. Ia katakan, itu dimaksudkan untuk ibundanya dengan harapan sang ibu akan memperoleh cahaya hidayah sebagaimana telah terjadi pada dirinya.
Ia pun berkeinginan memberikan beberapa untuk para sahabat lamanya di kota kelahirannya. Kembali saya katakan kepadanya, “Kamu boleh ambil berapapun yang kamu mau dengan gratis.”
Sementara itu, Jim bertemu dengan sekelompok orang yang disebut sebagai Kelompok Dakwah, mereka ini menyeru orang-orang kepada Islam. Mereka manyambut hangat para mualaf. Tidak sekedar menyajikan keramah-tamahan semata, mereka pun memberikan pengajaran sendi-sendi agama Islam kepada para mualaf itu. Jim bergabung bersama para ikhwan ini menempuh perjalanan ke pelbagai negara bagian di Amerika Serikat untuk mengajarkan, belajar, dan berdakwah Islam. Biasanya ia berkunjung ke Detroit semalam atau dua malam setelah perjalanan dakwahnya selama berbulan-bulan. Maka kami hanya sempat berjumpa dengannya dalam waktu yang sangat singkat. Nampaknya ia telah memutuskan untuk mengabdikan hidup masa mudanya untuk melayani Al-Islam. Semoga Allah SWT semakin memperkaya pengetahuan dan pengamalan Islam bagi Jim. Semoga Allah SWT menerima pengabdian, komitmen, dan pelayanannya kepada Al-Islam. Amiin

Tidak ada komentar:

Posting Komentar